Praktikum Lapangan Metode Non-Seismik, Pacitan 2013

Workshop Metode Gravitasi, Geomagnetik, AMT, VLF, Geolistrik dan Induced Polarization.

Kuliah Lapangan Geologi Bayat, Maret 2012

Pemetaan Geologi daerah Bayat dan sekitarnya, Geofisika-Geologi UGM.

Workshop Fisika Gunungapi, Kamojang 2014

Akuisisi Data Gravitasi dengan Gravimeter LaCoste-Romberg.

HMGF UGM 2013

Pengurus Himpunan Mahasiswa Geofisika, Universitas Gadjah Mada Periode 2013.

Pos Angkatan 2010, The Royal Blue

Orientasi Pengenalan Medan Geofisika 2013, Kowe Kudu Semangat.

Kamis, 23 Mei 2013

Metode MASW untuk Identifikasi Aquifer

Salam :D
Pada tulisan kali ini saya ingin bercerita (sedikit saja) tentang apa yang saya ketahui mengenai Metode MASW atau kependekan dari Multi-channel Analysis of Surface Wave yang bahasa Indonesianya adalah Analisis Multikanal dari Gelombang Permukaan (haha... :D)

Apa itu MASW ?
kalau kita artikan secara 'bodoh' , MASW itu adalah analisa mengenai parameter elastik yang nantinya kita turunkan dari persamaan gelombang permukaan (ground roll) yang kita dapat dari survey seismik di permukaan. Targetnya adalah kita akan mendapatkan nilai kecepatan gelombang shear (gelombang geser) dari perlapisan batuan yang berada di dekat permukaan. 

Buat apa sih MASW itu ?
kalo dari beberapa sumber yang sudah saya baca, tujuan dilakukannya MASW biasanya adalah untuk keperluan geoteknik, misalnya : pembangunan flyover (jembatan layang) , pembangunan gedung pencakar langit dan lainnya. Nah, dari beberapa sumber lain, ternyata MASW juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi lapisan aquifer dibawah permukaan, tentunya yang tidak terlalu dalam letaknya. 

Gimana ceritanya bisa ada MASW ?
Jadi, dulu itu ada beberapa ilmuwan yang 'iseng-iseng' meneliti gejala-gejala fisis yang terjadi pada penjalaran gelombang permukaan (surface wave) Dulu, MASW belum berkembang, yang ada SASW (Spectral Analysis of Surface Wave) , seiring dengan berkembangnya komputasi digital para ilmuwan geoteknik mulai mengembangkan SASW dengan 24 channel, yang kemudian dikenal sebagai MASW. 
Efek-efek yang dipelajari diantaranya adalah efek dispersi gelombang seismik, kecepatan gelombang, kecepatan fase, kecepatan grup dan panjang gelombang. Setiap parameter tersebut memiliki keterkaitan satu-sama lain. Misalnya, dalam penjalannya si gelombang permukaan itu akan 'berubah wujud'. apa penyebabnya ? penyebabnya adalah : Gelombang permukaan akan saling 'memisahkan diri' menyesuaikan dengan frekuensi dan fasenya, karena kecepatan gelombang permukaan saat menjalar adalag fungsi frekuensi atau panjang gelombangnya (Waluyo, 2002).

Bagaimana sih akuisisi data untuk MASW ?
Proses akuisisi datanya sebetulnya dapat dilakukan 'bersamaan' dengan akusisi seismik bias (refraksi) maupun seismik pantul (refleksi). Kok bisa ? ya bisa.. karena yang kita analisis kan nantinya adalah gelombang permukaan nya, berfrekuensi rendah dan biasanya diterima lebih dulu oleh receiver kita (geophone) alias travel timenya paling cepat. 

Gambar 1 : Proses akuisisi data dengan metode Seismik Refraksi, hasilnya berupa Stiffness Map 
(Peta/kontur Kekakuan Tanah) yang dianalisa dari kecepatan s-wave sebagai fungsi kedalaman 
(courtesy of www.masw.com)


Terus, Gimana analisa nya ?
Wah.. pertanyaan sulit itu.. (saya juga bingung :D)
Sebelumnya, teknik analisa (dengan inversi) untuk metode MASW ini sebetulnya akan sama untuk MASW 1D, 2D maupun 3D.
Jadi gini, secara sederhana proses analisis MASW dapat diurutkan sebagai berikut :

1. Akuisisi Data,
jelas.. setiap metode geofisika pasti diawali dengan akusisi data. Akuisisinya biasanya menggunakan seismik refraksi. dengan near dan far offset, spasi antar geofon 1 atau 2 meter (tergantung panjang line dan resolusi yang diinginkan). Parameter akusisi data lainnya juga perlu dipertimbangkan dan direncanakan masak-masak. Agar hasil yang didapat sesuai dengan yang diharapkan :D . untuk lebih jelas mengenai konsep dan aturan dalam akuisisi data, nih liat disini 

2. Prosesing data. 
Setelah data kita dapatkan, tentu saja langkah selanjutnya adalah memproses data untuk mendapatkan parameter-parameter yang kita cari. Proses yang pertama kali dilakukan adalah picking data untuk setiap record dari shot gather. Proses paling inti dari prosesing data metode MASW adalah ekstraksi kurva dispersi. 
Kurva dispersi sendiri adalah kurva yang menggambarkan perubahan kecepatan fase terhadap frekuensi gelombang. dimana frekuensi akan berbanding terbalik dengan cepat rambat dan kedalaman target yang dicapai. Asumsi yang digunakan dalam inversi data ke kurva dispersi adalah model perlapisan horizontal berlapis berdasarkan kecepatan gelombang shear (Vs) sebagai parameter model awal untuk mendapatkan nilai parameter yang sesungguhnya. (Hartono, 2010)
Proses ekstraksinya dilakukan dengan transformasi fourier dari domain time-space ke domain f-k (fekuensi dan angka gelombang), dengan melihat tren dari kurva dispersi tersebut kita dapat mengetahui secara kualitatif bagaimana pola akumulasi dan penyebaran energi dari penjalaran gelombang seismik tersebut.
Bingung ?? (sama... :D)

Nah.. dari situ kan nanti bisa dianalisa kecepatan gelombang shear (Vs) dari masing-masing data yang telah ditransformasi.Kurva dispersi itu sendiri sebetulnya gak serta-merta didapat, sebelumnya kita harus menganalisa nya dari dispersion image, dispersion image ini adalah hasil transformasi fourier dari spektrum frekuensi gelombang seismik. Pengolahan data MASW ini dapat dilakukan dengan software SeisImager
Lebih jelas dan lengkap tentang bagaimana prosesingnya dilakukan bisa dilihat disini :D

3. Interpretasi 
Interpretasi dari setiap metode geofisika selalu melibatkan model awal. Nah, inversi yang dilakukan untuk metode MASW ini adalah dengan model awal (forward modelling). 

Gambar 2 : Proses inversi dari Dispersion Image dengan model awal dengan perhitungan teoritis
(courtesy of www.masw.com)


Cara yang biasanya dilakukan juga adalah proses inversi dari kurva dispersi, dengan menentukan initial model (dengan parameter Vs) kemudian dilakukan kurva matching antara kurva dispersi dari data lapangan dan initial model yang kita tentukan. Nah, dengan mengubah-ubah initial modelnya, kita dapat akan mendapatkan model yang errornya paling kecil. (Schwab & Knopoff , 1972)

Gambar 3 : Inversi dengan analisis Kurva Dispersi 
(courtesy of www.masw.com)

Nah, setelah didapat model hasil inversi. saatnya dibuat konturing kecepatan gelombang shear (Vs) sebagai fungsi kedalaman. Dalam MASW 1-D biasanya cukup dengan model 1 titik, untuk MASW 2-D seringkali dingunakan hasil dari model 1-D yang kemudian di korelasikan dengan hasil 1-D ditempat lain dengan interpolasi. 
Lebih rumitnya mengenai inversi silahkan buka ini :D

Lha, sekarang kenapa MASW bisa digunakan untuk identifikasi aquifer ???

Mari kita ingat-ingat kembali sifat gelombang elastik. Gelombang P (Compressional Wave) merambat secara longitudinal atau arah rambatannya searah dengan gerak partikelnya, sedangkan gelombang S (Shear Wave) itu merambat secara transversal atau arah rambatannya tegak lurus dengan gerak partikelnya. Sifat lainnya adalah, si gelombang P itu kan bisa merambat disemua medium, sedangkan gelombang S itu sulit bahkan hampir tidak bisa merambat pada medium cair. 
Sekarang, dari kecepatannya bisa kita analisa. Jika gelombang S merambat pada medium cair maka kecepatannya (Vs) akan bernilai kecil bahkan mendekati nol. Saat gelombang S tersebut merambat melalui batuan yang tersaturasi fluida (air misalnya) otomatis kecepatannya akan menurun drastis kan ? 
Nah, sekarang dari model yang kita dapatkan setelah kita melakukan proses inversi kita analisis daerah-daerah yang mengalami penurunan kecepatan gelombang S secara drastis. Untuk analisa lebih detailnya, biasanya data hasil inversi ini dibandingkan secara kualitatif dengan well-log dari sumur bor dan yang paling penting adalah korelasi dengan informasi geologi di lokasi penelitian. Karena kecepatan gelombang S akan meningkat sebanding dengan kedalaman dan densitas, maka anomali tersebut seharusnya akan terlihat jelas :D 

Begitulah gambaran sederhana mengenai identifikasi aquifer dengan metode MASW. 
Karena saya juga masih amatir dalam bidang ini, jadi mohon koreksinya untuk kebaikan bersama :D

sumber inspirasi : www.masw.com dan skripsi Rudi Hartono (Geofisika UGM 2005)








Minggu, 19 Mei 2013

Inversi Lamda-Mu-Rho / LMR (versi pemula)

Lama nggak ngepost di blog nih, mau sedikit mengulas apa yang saya baca tentang inversi LMR (Lamda-Mu-Rho) dari data seismik untuk mengenali anomali brightspot (dari sudut pandang pemula) hehe..
oke, langsung aja.

LMR itu sebenarnya adalah parameter elastisitas gelombang (plus densitas) yang nantinya kita ekstraksi dari parameter impedansi gelombang p dan s dari trace seismik yang udah didekonvolusi.

Nah, L (lamda) , M (mu) sendiri adalah parameter yang bisa nunjukkin tingkat inkompresibilitas dari suatu batuan. parameter lamda (λ) dan parameter mu (μ) adalah tetapan Lame, lamda (λ) akan sensitif terhadap perubahan nilai inkompresibilitas fluida pada suatu batuan, sedangkan parameter mu (μ) atau parameter rigiditas (kerapatan) akan sensitif terhadap perubahan matriks dari suatu batuan. Jika gelombang P merambat pada medium yang berfluida dan mempunyai nilai inkompresibilitas rendah seperti gas, maka nilai parameter lamda-nya akan rendah juga. sedangkan jika batuan tersebut memiliki kerapatan grain/butir dan komposisi mineral yang rigid/rapat maka nilai parameter mu (μ) nya juga akan tinggi.

Gimana sih buat dapetin parameter lamda dan mu nya dari seismik ?
Well, dimulai dari :
1. hubungan antara parameter kecepatan gelombang P dan S dengan tetapan Lame dan densitas (ρ)
Vp = (λ + (μ/ρ))^1/2
Vs = (μ/ρ)^1/2

          dari parameter kecepatan gelombang P dan S (Vp dan Vs) itu, kita bisa jadikan ke nilai impedansi.    caranya, ya tinggal dikalikan dengan nilai densitas aja. kemudian dikuadratkan untuk menghilangkan akar (pangkat setengah)-nya. Persamaan diatas jadi :

Zp^2 = (Vp)^2 = (λ + μ) ρ
Zs^2 = (Vs)^2 = μρ

λρ = Zp^2 - Zs^2    .... (i)
μρ = Zs^2    ....(ii)

2.   dari hubungan antara tetapan lame, densitas dan impedansi diatas, kita bisa dekonvolusi parameter koefisien refleksi (Rp dan Rs) dari trace seismik. 

3.    Lakukan inversi parameter Rp dan Rp (gunakan metode inversi apapun, yang paling sederhana ya recursive inversion/ inversi rekursif) buat dapetin nilai parameter impedansinya. Impedansi P dan S ya..

4.   dari penampang impedansinya, kita gunakan persamaan (i) dan (ii) diatas buat dapetin nilai parameter lamda-rho dan mu-rho nya. 

5.   Langkah terakhir, tinggal kita analisa pake cross-plot antara Mu-Rho dan Lamda-Rho nya buat nentuin karakteristik reservoir target kita :D , selain pake cross plot, juga bisa dianalisis pake slicing map horizon, lakukan overlay nilai lamda-rho sama mu-rho. biasanya akan tampak korelasi yang lumayan 'pas' antara nilai mu-rho yang tinggi dan lamda-rho yang rendah untuk reservoir gas-sand. 



Gambar 1 : Penampang Lamda-rho (atas) dan Mu-Rho (bawah) untuk reservoir gas-sand




Gambar 1 : Slicing horison di reservoir target, Nilai Lamda-rho rendah (a) dan nilai Mu-Rho tinggi (b)
korelasinya cukup baik jika dioverlay

Nah, kembali ke konsep awal. Parameter lamda itu kan sensitif terhadap fluida yang inkompresibel, itulah kenapa nilai Lamda-Rho yang didapat rendah. Karena gas itu fluida yang sangat kompresibel / mudah berubah saat diberi tekanan. 
Lantas kenapa nilai Mu-Rho nya berkebalikan ? atau tinggi. Kembali ke sifat dari parameter Mu sendiri. parameter rigiditas (mu) itu sensitif dengan perubahan kerapatan grain dari suatu batuan. Batuan karbonat atau batupasir adalah salahsatu batuan yang nilai rigiditasnya cukup tinggi, hal ini dimungkinkan karena kandungan mineral yang ada di batuan tersebut. contoh, kuarsa. kuarsa itu kan salahsatu mineral yang rigid. 
Bagaimana dengan shale ? 
Shale itu (menurut teori) adalah batuan dengan nilai rigiditas yang rendah , ya relatif rendah jika dibandingkan batupasir dan karbonat :D hehe..

Nah, pada seismic trace yang kadangkala kita temui 'penampakan' brightspot itu sangat menjebak beberapa interpreter apakah itu DHI atau bukan. Dengan inversi LMR ini, paling tidak kita dapat membedakan mana batuan yang tersaturasi gas (hidrokarbon) dan batuan yang tersaturasi air (brine water). Tentunya harus dikorelasikan dengan data well-log, seperti log gamma ray dan log densitas. hehe.. :D 
CMIIW.

Sekian dulu, nanti disambung lagi (mungkin dengan tema yang lain) di lain kesempatan :D
special thanks to : mas admin seismicinterpreter.wordpress.com